Kunjungan pertama dan terakhir saya ke panti jompo saya lakukan pada bulan oktober tahun lalu.
Kami, saya dan teman-teman saya yang terkumpul dalam “love crew” biasa melakukan kunjungan sosial ke berbagai tempat di Jakarta.
Kami pernah ke rumah singgah anak jalanan, ke rumah kanker anak, ke panti asuhan anak-anak yatim-piatu, ke pondok baca, ke sekolah kolong jembatan, dan ke kelas anak2-anak penderita down syndrome.
Bisa dibilang bahwa semua perjalanan sosial yang kami lakukan berkaitan dengan anak-anak. Kami mengajak anak-anak melukis di sepatu kanvas, melakukan pertunjukan dongeng boneka, merayakan HUT kemerdekaan dengan berbagai lomba, membuat kartu ucapan, melukis dengan jari, dan lain lain. Semuanya menyenangkan.
Namun bulan oktober tahun lalu, kami melakukan perubahan yang cukup signifikan, kami mengunjungi kakek-nenek di panti jompo.


Semua yang kami lakukan disana adalah bersenang-senang. Kami ber karaoke, bermain tebak judul lagu, (tentunya lagu-lagu lawas era mereka), berlomba joget balon, kami mengobrol akan semua hal, tertawa bersama-sama, menikmati kue2 lunak, berfoto, dan masih banyak lagi.
Tiba saatnya kami (love crew dan para kakek-nenek) melakukan perjalanan berkeliling rumah panti, banyak hal mengejutkan yang kami dapatkan.
Kamar nenek dan kakek ini sangat berbau pesing, ada kakek-nenek yang sudah sangat tua dan tak sanggup bangkit dari ranjang, kondisi nya sangat tidak terurus, bahkan ada yang tergeletak di lantai.
Tapi yang paling mengejutkan adalah, ketika kami mendapati seorang nenek yang kami pikir sedang tidur, ternyata telah meninggal dunia.
Pengurus panti itu hanya berkata “iya itu meninggal tadi malam, tapi gapapa besok baru akan di mandikan dan dikubur”.
Yap. Dia berkata, meninggal ‘tadi malam’ dan baru akan di kuburkan ‘besok’. Itu berarti jenasah si nenek telah bermalam bersama sekitar 30an nenek lain dalam kamar itu dan masih akan tetap ada disana satu malam lagi. Tanpa tindakan apa2. dibiarkan begitu saja bahkan orang2 yang melihatnya hanya akan menganggapnya sedang tidur. Tragis.
Kami mengahiri kunjungan kami hari itu dengan hati yang penuh dengan rasa syukur, bahwa kami semua jauh lebih beruntung dari kakek-nenek itu. Kami memiliki keluarga yang menyayangi kami dan mau sepenuhnya mengurus, menerima, menemani kami sepanjang hidup.
Juga dengan perasaan tanggung jawab. Bahwa di masa yang akan datang kelak, kami harus, dan pasti mengurus, menjaga dan merawat orang tua kami sendiri, bukan nya membiarkan mereka terlantar dipenampungan dengan keadan memprihatikan seperti dipanti itu.
Sebelum masuk ke mobil dan meninggalkan halaman parkir panti, seorang kakek bernama ‘Granpa Johnny’ menghampiri kami, dengan mata sayu dan langkah tertatih-tatih. Saya menghampirinya. Dia berbisik “Main-main kesini lagi ya”, lalu menangis. Saya tak kuasa menahan emosi, “Granpa, don’t cry, iya nanti kita main2 kesini lagi kok” kata saya sambil menggenggam tangannya. “May I hug you?” tambah saya. Granpa memeluk saya, dan ia menambahkan ciuman kecil di pipi saya. “Kamu cita-citanya mau jadi apa?” katanya kemudian. “Jadi guru, granpa” jawab saya. “Grandpa doain ya semoga cita-cita kamu tercapai” katanya mengakhiri percakapan kami yang sangat emosional itu.
Saya pulang dengan senyum paling lebar yang pernah saya keluarkan. Hati yang penuh dengan syukur dan tanggung jawab, serta harapan baru dari doa seorang asing yang sangat tulus. Bahwa keterpurukan sama sekali tak akan menghilangkan cinta di hati seseorang, bahkan menguranginya sedikitpun tidak.

ini grand pa johnny :)

the love crew
Tidak ada komentar:
Posting Komentar